Penipuan Online Kena Pasal Berapa

Penipuan Online Kena Pasal Berapa

Pasal 379 KUHP – Penipuan dengan Surat Palsu

Pasal 379 KUHP mengatur penipuan yang dilakukan dengan menggunakan surat atau dokumen palsu, baik itu untuk mendapatkan uang atau barang dari orang lain. Isi Pasal 379 KUHP:

“Barang siapa dengan memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan tipu muslihat, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Penjelasan: Pasal ini khusus mengatur penipuan yang dilakukan dengan menggunakan dokumen atau surat palsu, yang dapat mencakup segala jenis surat yang digunakan dalam transaksi atau kegiatan bisnis. Jika surat palsu digunakan untuk menipu, pelaku bisa dijatuhi pidana penjara hingga 5 tahun.

Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, pasal ini adalah ketentuan tentang tindak pidana penipuan, yaitu tindak pidana terhadap harta benda. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara, untuk memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.

Kemudian, barang yang diberikan tidak harus secara langsung kepada pelaku tindak pidana tetapi dapat juga dilakukan kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima penyerahan itu. Lalu, barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku sendiri, misalnya barang yang diberikan sebagai jaminan utang bukan untuk kepentingan pelaku.

Lebih lanjut, tempat tindak pidana adalah tempat pelaku melakukan penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain. Sedangkan saat dilakukannya tindak pidana adalah saat pelaku melakukan penipuan.

Pada intinya, ketentuan Pasal 492 UU 1/2023 menyebut secara limitatif daya upaya yang digunakan pelaku yang menyebabkan penipuan itu dapat dipidana, yaitu berupa nama atau kedudukan palsu, penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian kata bohong. Antara daya upaya yang digunakan dan perbuatan yang dikehendaki harus ada hubungan kausal, sehingga orang itu percaya dan memberikan apa yang diminta.

Baca juga: Perbedaan Penipuan dan Penggelapan

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

[3] R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. 1980, hal. 396-397

[4] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1986, hal. 261

Pasal 490 KUHP – Penipuan dalam Perkawinan

Pasal ini mengatur penipuan yang berkaitan dengan perkawinan, terutama terkait penipuan yang dilakukan dengan tujuan mengelabui pihak lain dalam proses perkawinan. Isi Pasal 490 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud menipu, membuat perjanjian nikah atau perkawinan yang tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.”

Penjelasan: Pasal ini mengatur tentang penipuan yang terjadi dalam konteks pernikahan atau perjanjian perkawinan, yang melibatkan kebohongan atau pemalsuan informasi mengenai status atau persyaratan perkawinan.

Pasal-Pasal yang Mengatur tentang Penipuan dalam Hukum Pidana Indonesia

Penipuan merupakan salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana pelaku mencoba untuk memperoleh keuntungan dengan cara menipu atau membujuk seseorang untuk menyerahkan sesuatu yang berharga. Dalam sistem hukum Indonesia, penipuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memberikan sanksi terhadap siapa saja yang terbukti melakukan penipuan. Berikut ini adalah beberapa pasal yang mengatur tentang penipuan dalam hukum pidana Indonesia.

Bentuk Penipuan Online

Dalam kasus penipuan online, kerugian tidak hanya dirasakan konsumen saja, melainkan juga pelaku usaha. Berikut adalah beberapa bentuk penipuan online dalam bidang jual beli yang lazim terjadi:

Bisakah Orang yang “Merekomendasikan” Penipu ikut Dipidana?

Menjawab pertanyaan Anda, atas kasus penipuan yang dialami, kami menilai bahwa ada dua kemungkinan yang bisa terjadi.

Sebagaimana dijelaskan dalam Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam Penolakan Perpanjangan Sewa, dalam hukum pidana dikenal dengan adanya asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Asas ini bermakna bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.

Dapat dikatakan bahwa asas ini menjadi dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, dalam hal ini pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban Pidana

Mengutip Pound, Romli Atmasasmita dalam buku Perbandingan Hukum Pidana (hal. 65) menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan.

Masih perihal pertanggungjawaban pidana, Roeslan Saleh dalam buku Pikiran-Pikiran tentang Pertanggungjawaban Pidana (hal. 33) menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu.

Adapun yang dimaksud dengan celaan objektif adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum, sedangkan celaan subjektif adalah orang yang melakukan perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan hukum (hal. 33).

Merujuk pada permasalahan Anda, apabila orang yang merekomendasikan tidak mengetahui kasus penipuan atau niat jahat yang akan dilakukan oleh orang yang direkomendasikannya, maka orang yang merekomendasikan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Namun, apabila orang yang merekomendasikan ini mengetahui adanya niat jahat kemudian bersekongkol atau melakukan pemufakatan jahat, dan ikut serta dalam melakukan upaya penipuan serta memenuhi unsur tindak pidana penipuan, maka orang yang merekomendasikan dapat dikategorikan sebagai orang yang turut serta dalam melakukan pasal penipuan dan dapat diminta pertanggungjawaban.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa yang dipidana sebagai pelaku tindak pidana adalah:

Perlu diingat bahwa pertanggungjawaban pidana hanya berlaku bila seseorang melakukan sebuah tindak pidana. Oleh karenanya, apabila orang yang merekomendasikan tidak turut serta melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang direkomendasikannya, maka ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Melainkan orang yang merekomendasikan hanya bertanggung jawab secara moral atas tindakan orang yang direkomendasikannya.

Demikian jawaban kami seputar pasal penipuan dan sanksi hukum yang mungkin dijatuhkan pada orang yang merekomendasikannya, semoga bermanfaat.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Tersangka Pencemaran Nama Baik yang dibuat oleh Rizky P.P. Karo Karo, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 30 Oktober 2019, kemudian dimutakhirkan pertama kalinya oleh Erizka Permatasari, S.H pada 16 Juli 2021, dan dimutakhirkan kedua kali oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 22 Januari 2024.

Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Pencemaran nama baik (defamation) adalah perbuatan yang dilarang dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, dan juga diatur dalam UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE.

Adapun dalam KUHP maupun UU 1/2023, pasal pencemaran nama baik baik tersebar pada beberapa pasal, yakni:

Sebagai informasi, dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal. 358). Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Penjelasan selengkapnya mengenai isi Pasal 310 ayat (1) KUHP di atas dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal Pencemaran Nama Baik KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023.

Pasal Penipuan dalam KUHP

Tindak pidana penipuan pada dasarnya diatur dalam dalam Pasal 378 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026 mendatang.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan yang terdapat pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya (hal. 261):

Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, pasal ini adalah ketentuan tentang tindak pidana penipuan, yaitu tindak pidana terhadap harta benda. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara, untuk memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.

Selengkapnya mengenai unsur dan penjelasan pasal penipuan dalam KUHP dan UU 1/2023 dapat Anda simak pada Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Perbedaan Pasal Penipuan dan Penggelapan

Lantas, menjawab pertanyaan Anda, apa perbedaan penipuan dan penggelapan? Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami merangkum perbedaan pasal penggelapan dan penipuan dalam bentuk tabel berikut.

Sedari awal, pelaku membujuk korban untuk menyerahkan atau memberikan barang. Penipuan baru selesai saat korban menyerahkan barang sebagaimana dikehendaki pelaku.

Contoh Kasus Penipuan dan Penggelapan

Selanjutnya, kami akan berikan contoh kasus penipuan dan penggelapan. Misalnya, si A hendak menjual mobil miliknya. B lalu menawarkan kepada A bahwa ia bisa menjualkan mobil A ke pihak ketiga. Setelahnya, A menyetujui tawaran B, dan ternyata mobil tersebut kemudian hilang.

Dalam kasus ini, dapat merupakan penipuan dan penggelapan. Termasuk penipuan, jika sejak awal B tidak berniat untuk menjualkan mobil A, melainkan hendak membawa kabur mobil tersebut. Termasuk penggelapan, jika pada awalnya B berniat untuk menjualkan mobil A ke pihak ketiga, namun di tengah perjalanan B berubah niat dan membawa kabur mobil A.

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

[3] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[4] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[5] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[6] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[7] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[9] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023

[10] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

[11] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

[12] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel berjudul Merekomendasikan Orang yang Ternyata Penipu, Bisakah Dipidana yang dibuat oleh Negarawati Ester Benedicta Sihombing, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 23 Juli 2021.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang adakah pidana bagi orang yang “merekomendasikan”, kami perlu menjelaskan lebih lanjut terkait pasal penipuan atau tindak pidana penipuan terlebih dahulu.

Ketentuan Pasal 378 KUHP menerangkan bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah kondisi yang dilakukan oleh siapa pun dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Jika diperhatikan, unsur-unsur dari pasal penipuan tersebut, antara lain:

Lebih lanjut, terkait pasal penipuan, R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.261) menerangkan ada sejumlah unsur-unsur tindak pidana penipuan yang perlu diperhatikan, yaitu:

nama yang digunakan bukanlah namanya sendiri, sebagai contoh nama ‘Saimin’ dikatakan ‘Zaimin’, tidak dapat dikatakan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, maka dianggap sebagai menyebut nama palsu.

atau suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal dapat tertipu.

satu kata bohong tidaklah cukup, harus terdapat banyak kata-kata bohong yang tersusun demikian rupa, sehingga keseluruhannya merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar.